KLATEN - Srikumbang.blogspot.com
September telah tiba dengan angin yang membawa cerita baru ke hamparan rumput hijau di lapangan depan gapura Dukuh Wangen, tepat di samping Masjid Jami. Setiap sore, senandung desir angin menjadi panggilan tak terbantahkan untuk mengundang para pengunjung datang, anak-anak berlari riang, remaja berjalan santai, orang tua setia mengawasi dengan senyum lembut. Di langit senja, layang-layang hias aneka rupa dan warna menari seperti lukisan hidup, menciptakan pemandangan yang tak lekang oleh waktu dan membius siapapun yang menyaksikannya (07/09/2025).
Ipunk salah seorang pemandu wisata dari Ngantilalicaraneturu Tour Guide Community mengajak kami menikmati wisata gratis sejenak, sebelum perjalanan menuju resto Sri Kumbang guna wisata kuliner setelah seharian lelah berwisata.
Waktu menuju senja, saat kami tiba di tanah lapang yang berubah menjadi magnet wisata gratis dan menenangkan sekaligus menyulut kegembiraan kolektif. Para remaja silih berganti datang dengan gawai di tangan, tak hanya untuk menerbangkan layang-layang, tetapi juga untuk mengabadikan momen lewat selfie dan foto-foto layang-layang melayang di langit jingga. Suasana pun semakin bergetar dengan tawa renyah dan teriakan kecil anak anak, memperkaya panorama sore dengan irama spontanitas saat melepas layang-layangnya setinggi-tingginya.
Para pengguna jalan yang kebetulan melintas tak mampu menahan pandangan. Warna-warni layang-layang di atas hamparan padi menjadi pemandangan kontras tetapi harmoni, hijau padi, jingga langit, dan kerlip berwarna-warni yang sesekali menyingkirkan kesibukan pikiran, menggantinya dengan rasa ingin tahu dan kekaguman sederhana. Beberapa kendaraan terlihat pelan menepi, sopirnya ikut merekam momen atau sebatas menanyakan harga layang layang kepada penjaja di pinggir jalan. Sejenak, hiruk-pikuk jalan berubah menjadi dialog kecil tentang keindahan desa.
Pedagang kecil pun mendapat berkah dari angin dan keramaian ini. Di tepi lapangan dan sepanjang jalan menuju pertigaan Tegal Gondo Janti, mereka menata dagangan, dari gorengan hangat, minuman segar, sampai camilan tradisional yang menggoda. Aroma bakso bakar dan kacang rebus berpadu dengan wangi rerumputan yang dingin, menciptakan sensasi kuliner desa yang membuat siapa saja rindu kampung. Setiap gigitan dan tegukan terasa lebih manis, karena dinikmati sambil menonton tarian layang-layang di cakrawala.
Anak-anak kecil berlarian dari satu sudut lapangan ke sudut lain, berusaha mengejar bayangan layang-layang yang bergerak lincah. Orang tua duduk di tikar atau pinggir lapangan, sesekali memanggil agar anaknya berhenti sejenak makan jajanan. Kelucuan tawa mereka dan senyum penuh kasih menjadi saksi bahwa lapangan ini bukan sekadar ruang kosong, melainkan ruang kegembiraan dan pertemuan antar generasi.
Kini, tanah lapang pojok desa ini telah menjelma menjadi oase wisata sore yang memikat hati. Destinasi baru di sekitar Wangen, Cokro Janti, dan Polanharjo ini menawarkan pengalaman berbeda, wisata gratis, namun akrab, dan sarat kebersamaan. Di pertigaan jalan Tegal Gondo Janti, tak jauh dari Resto Sri Kumbang Wunut, juga terlihat barisan layang-layang menggantung rapi, siap terbang. Latar belakang sawah terhampar luas dengan langit jingga senja menjadikan setiap foto tampak bak karya seni.
Tempat ini kerap dipilih sebagai pemberhentian singgah oleh wisatawan lokal maupun pelintas jalan. Mereka yang ingin memberikan hadiah sederhana kepada buah hati atau sekadar merasakan atmosfer desa yang hangat menjadikan lapak pinggir sawah ini tujuan spontan ketika pulang kantor atau setelah menghadiri undangan keluarga. Seolah tanpa perencanaan matang, lapangan berubah menjadi tepian pantai yang riuh oleh layang-layang, mengingatkan pada Sanur, Bali, namun dengan nuansa pedesaan yang lebih personal.
Keelokan sunset berpadu dengan keriangan layang-layang di angkasa menumbuhkan rasa syukur di antara warga. UMKM setempat menikmati lonjakan penjualan, anak-anak belajar kebersamaan dan gotong royong saat membantu menaikkan tali layang-layang, sedangkan orang tua merasakan ketenangan berbeda menyaksikan putra-putri mereka bahagia. Semua pihak merasakan manfaat berganda: ekonomi lokal terangkat, relasi sosial menguat, dan keindahan alam desa tersiar luas lewat media sosial.
Angin September dan cuaca cerah bagaikan berkah tak terduga dari Yang Maha Kuasa. Di sudut desa kecil ini, oase kegembiraan muncul tanpa tiket masuk, hanya perlu hati terbuka dan waktu luang. Nilai senyum anak-anak, tawa remaja, dan hangatnya kebersamaan sama berharganya dengan nominal rupiah. Lapangan di Dukuh Wangen telah membuktikan bahwa keindahan sejati bisa lahir dari hal sederhana, angin, rumput, dan warna-warni layang-layang di langit senja.
Sebelum malam turun, langit pun berubah gelap, meninggalkan jejak cahaya terakhir di ufuk barat. Layang-layang satu per satu diturunkan, tali dilepaskan, dan pengunjung mulai beranjak pulang. Namun bibir mereka tetap tersungging senyum, membawa pulang keindahan senja dan kebahagiaan sederhana. Besok, angin akan berhembus lagi, memanggil kita untuk kembali, karena di lapangan kecil ini, cerita indah selalu menunggu diceritakan.
Kami pun melanjutkan perjalanan menuju Sri Kumbang resto, yang berlokasi persis di samping gapura desa wisata Wunut dan mengantarkan para tamu menikmati hidangan kuliner aneka macam selepas puas menikmati senja dan sunset sore di tanah lapang. Sri Kumbang menjadi pilihan peserta tour karena disamping menawarkan aneka hidangan lezat juga menyediakan oleh-oleh dan souvenir cantik produk UMKM sekitar.
Akhirnya perjalanan wisata Minggu ini yang diwarnai dengan sentuhan kecil menengok wisata gratis desa, meninggalkan kesan dan pesan mendalam bagi para peserta tour yang di handle team ngantilalicaraneturu Tour Guide Community.
( Pitut Saputra )
Artikel ini telah tayang di
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih atas apresiasi dan masukannya, Sri Kumbang Official akan selalu berusaha menyajikan yang terbaik bagi audiens.